Cari Blog Ini

Minggu, 17 November 2019

IKHLAS BERIBADAH


Semua orang ingin ibadahnya diterima dan berpahala, akan tetapi ibadah tidak sah dan tidak diterima jika tidak berpondasikan keikhlasan dan mutaba’ah (meneladani rasulullah).
Syeikh Hasan Al Uwaisyah berkata, “Jangan lelahkan dirimu dengan banyak amal, betapa banyak orang yang beramal hanya mendapatkan kelelahan di dunia dan akhirat, hendaklah belajar terlebih dahlu tentang syarat syarat amal agar dierima” (Fiqh Dakwah wa tazkiaytun nafs : 9)
Jika dua syarat ini tidak terpenuhi, sebuah amalan tidak bisa disebut amal solih dan tidak bisa diterima oleh Allah.
Allah berfirman :
فَمَن كَانَ يَرۡجُواْ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلۡيَعۡمَلۡ عَمَلا صَٰلِحا وَلَا يُشۡرِكۡ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدَۢا
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang soleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya". (Q.S. Al Kahfi : 110)
Al Hafidz Ibnu Katsir berkata, “Dua hal ini adalah rukun amalan yang diterima, harus ikhlas karena Allah dan benar atau sesuai dengan syariat rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”.
Fudhoil bin Iyadh berkata, “Amalan itu jika dikerjakan karena ikhlas namun tidak benar, maka belum diterima, jika amalan itu benar namun tidak ikhlas juga belum diterima, sampai amalan tersebut benar dan dikerjakan dengan ikhlas. Amalan itu ikhlas jika dikerjakan karena Allah semata, dan amalan itu benar jika mengikuti Sunnah rasulullah.” (Ikhlas wa niat oleh ibnu abid dunya : 15)

Wajibnya Ikhlas dalam Beribadah
Para Ulama telah berijma’ bahwa ikhlas adalah kewajiban dan syarat sah ibadah.
Allah berfirman :
وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلۡقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”.(Q.S. Al Bayyinah : 5)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits qudsi tentang bahaya riya’:
قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِى غَيْرِى تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
Allah Tabaroka wa Ta’ala berfirman: Aku sama sekali tidak butuh pada sekutu dalam perbuatan syirik. Barangsiapa yang menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku akan meninggalkannya dan perbuatan syiriknya” (HR. Muslim no. 2985).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Barangsiapa yang menuntut  ilmu yang sebenarnya harus ditujukan hanya untuk mengharap wajah Allah, namun ia mempelajarinya hanya untuk meraih tujuan duniawi, maka ia tidak akan pernah mencium bau surga pada hari kiamat nanti” (HR. Abu Daud no. 3664
Abu Umamah Al bahili berkata, “Seorang laki-laki datang kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Apa pendapatmu tentang seorang yang berperang mencari upah dan gelar nama? Apa yang dia akan peroleh? Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Dia tidak mendapat sesuatupun.” Dia mengulangi pertanyaannya sampai tiga kali, akan tetapi Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam menjawab, “Dia tidak mendapatkan sesuatupun. Kemudian Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menerima amalan kecuali amalan yang murni dan mencari wajah Allah.” (H.R. An Nasa’i)
Al Izz bin Abdus Salam berkata, “Ikhlas dalam beribadah itu syarat ibadah” (Qowaidul Ahkam 1/150)
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Allah tidak menerima Amalan kecuali dikerjakan karena mengharap wajah Allah, oleh karena itu harus ikhlas dalam beribadah” (Al Fatawa Kubro : (2/235)
Makna Ikhlas
Ikhlas adalah memurnikan niat ibadah hanya untuk Allah dan membersihkannya dari hal hal yang bisa mengurangi kemurnian niat atau membatalkannya.
Al Izz bin Abdus Salam berkata, “Seseorang beribadah karena Allah bukan karena selain Allah” (Qowaidul Ahkam 1/160)
Ibnul Qoyyim berkata, “Ikhlas adalah berharap kepada Allah semata dalam beribadah” (Madarijus Salikin 1/581)
Dari definisi di atas bisa kita pahami bahwa ikhlas itu memperbaiki dan membersihkan tujuan niat dalam beribadah hanya untuk Allah semata, kemudian berusaha terus menerus secara istiqomah menjaga  niat agar jangan sampai ternoadai dengan hal hal yang bisa mengotori ikhlas atau bahkan membatalkan keihklasan.

Manfaat Ikhlas di Dunia
Dengan ikhlas seseorang akan selamatan dari kesulitan, sebagaimana kisah tiga orang yang terperangkap dalam gua kemudian selamat karena keikhlasan mereka dalam beribadah.

Dengan ikhlas juga akan selamat dari kemaksiatan, Allah berfirman menjelaskan selamatnya Nabi Yusuf dari kekejian zina.

كَذَٰلِكَ لِنَصۡرِفَ عَنۡهُ ٱلسُّوٓءَ وَٱلۡفَحۡشَآءَۚ إِنَّهُۥ مِنۡ عِبَادِنَا ٱلۡمُخۡلَصِينَ
Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih. (Q.S. Yusuf : 24)
  
Agar Ikhlas dalam beribadah
Agar bisa ikhlas dalam beribadah, di antara hal yang bisa dilakukan adalah :
a.     Memperbanyak doa kepada Allah agar diberi keikhlasan dan terbebas dari riya maupun kesyirikan.
اَللّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ أَعْلَمُ »
“Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu dari perbuatan menyekutukan-Mu sementara aku mengetahuinya, dan akupun memohon ampun terhadap perbuatan syirik yang tidak aku ketahui.” (H.R. Ahmad)
b.     Mengingat ruginya orang yang beramal namun tidak diterima amalannya
Allah berfirman:
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ
Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.” (Q.S. Al Mu’minun: 60)
قُلۡ هَلۡ نُنَبِّئُكُم بِٱلۡأَخۡسَرِينَ أَعۡمَٰلًا ٱلَّذِينَ ضَلَّ سَعۡيُهُمۡ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَهُمۡ يَحۡسَبُونَ أَنَّهُمۡ يُحۡسِنُونَ صُنۡعًا
Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.(Q.S. Al Kahfi : 103-104)
Ibnu Rajab dalam kitabnya Jamiul Ulum wal Hikam berkata: “Barang siapa yang berpuasa, shalat, berzikir kepada Allah, dan dia maksudkan dengan amalan-amalan tersebut untuk mendapatkan dunia, maka tidak ada kebaikan dalam amalan-amalan tersebut sama sekali, amalan-amalan tersebut tidak bermanfaat baginya, bahkan hanya akan menyebabkan ia berdosa”
c.      Menghindari hal hal yang bisa menyebabkan riya atau tidak ikhlas. Seperti beramal terangan terangan di hadapan orang lain pada amalan yang bisa disembunyikan.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda menjelaskan tujuh golongan yang akan Allah naungi pada hari tidak ada naungan selain dari Allah, di antarannya
وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
Seseorang yang bersedekah dan menyembunyikan sedekahnya tersebut hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya dan seseorang yang mengingat Allah di waktu sendiri hingga meneteslah air matanya.” (H.R. Bukhari Muslim).

d.     Senantiasa menyadari besarnya pahala di akhirat dan hinanya kenikmatan dunia dibandingkan akhirat.
Allah berfirman
وَمَا هَٰذِهِ ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا لَهۡوٞ وَلَعِبٞۚ وَإِنَّ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَ لَهِيَ ٱلۡحَيَوَانُۚ لَوۡ كَانُواْ يَعۡلَمُونَ 
Dan kehidupan dunia ini hanya senda gurau dan permainan. Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang  sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui. (Q.S. Al Ankabut : 64)
Rasulullah bersabda
وَاللهِ ، مَا الدُّنْيَا فِـي الْآخِرَةِ إِلَّا مِثْلُ مَا يَـجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هٰذِهِ – وَأَشَارَ يَحْيَ بِالسَّبَّابَةِ – فِـي الْيَمِّ ، فَلْيَنْظُرْ بِمَ تَرْجِـعُ
Demi Allâh! Tidaklah dunia dibandingkan akhirat melainkan seperti salah seorang dari kalian mencelupkan jarinya ke laut,- Yahya  memberikan isyarat dengan jari telunjuknya- lalu hendaklah dia melihat apa yang dibawa jarinya itu? (H.R. Muslim, no. 2858)
Demikian, semoga Allah senantiasa membimbing kita untuk ikhlas dalam beribadah. (oleh : Abu Rufaid Agus Susehno, Lc)

Selasa, 12 November 2019

RUKUN IBADAH


Ibadah bukanlah sekedar gerakan badan yang terlihat oleh mata. Namun, ibadah harus menyertakan hati sebagai ruh dari semua ibadah. Agar ibadah yang kita laksanakan benar benar memiliki ruh dan membuahkan hasil pada diri kita, maka kita harus mengetahui dan mewujudkan rukun ibadah dalam setiap ibadah kita.

Seorang salaf berkata, “Barang siapa beribadah kepada Alloh dengan cinta saja maka dia seorang zindiq, barang siapa beribadah hanya dengan khouf (takut) saja maka haruri (khowarij), barang siapa beribadah hanya dengan rasa harap saja maka dia seorang murji’ dan barang siapa yang beribadah dengan cinta, takut dan harap maka dia seorang mukmin.”

Tiga Rukun Ibadah

Rukun ibadah ada tiga, yaitu : Rasa Cinta, Takut dan Harap”

a.       Cinta

Cinta dalam beribadah adalah melakukan ibadah karena dorong cinta kepada Allah. Seseorang harus memberikan cintanya yang tertinggi hanya Allah.

Cinta adalah rukun ibadah yang terpenting, karena cinta adalah pokok ibadah. Dengan cinta, seseorang akan terdorong dalam menjalankan ibadah. Dengan cinta, seseorang akan mampu beribadah tanpa merasa berat sedikitpun. Dengan cinta pula, seseorang akan merasakan lezatnya ibadah meskipun harus membutuhkan pengorbanan dan usaha yang tidak kecil.

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ ۗ
 
Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.
(Q.S. Al Baqoroh : 165)

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu , dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ، مَنْ كَانَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُـحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ  أَنْ يَعُوْدَ فِـي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِـي النَّارِ.

“Ada tiga perkara yang apabila perkara tersebut ada pada seseorang, maka ia akan mendapatkan manisnya iman, yaitu (1) barangsiapa yang Allâh dan Rasûl-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, (2) apabila ia mencintai seseorang, ia hanya mencintainya karena Allâh. (3) Ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allâh menyelamatkannya sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke 
dalam Neraka  (H.R. Al-Bukhari dan Muslim )

 
b.      Rasa Harap Kepada Allah

Beribadah kepada Allah harus didorong oleh harapan kepada Allah untuk mendapatkan pahala, rahmat, dan keridhoan Allah.

إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا ۖ وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ

Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas.
(Q.S. Al anbiya’ 90)

تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ

(Lambung mereka jauh) diri mereka jauh (dari tempat tidurnya) dari tempat pembaringannya disebabkan mereka selalu melakukan salat tahajud di malam hari (sedangkan mereka berdoa kepada Rabbnya dengan rasa takut) akan azab-Nya (dan penuh harap) akan rahmat-Nya (dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka) yaitu menyedekahkannya. (Q.S. As sajdah 16)

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلَا أُبَالِي
Dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu , beliau berkata: Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, ‘Wahai, anak Adam! Sungguh selama engkau berdoa kapada-Ku dan berharap kepada-Ku, niscaya Aku ampuni semua dosa yang ada pada engkau, dan Aku tidak peduli. (H.R. at-Tirmidzi : 3540)

Jika seseorang beribadah kepada Allah karena dorong pahala dan rahmatNya, maka ia akan menampakkan kebutuhan hamba kepada Allah, melurusankan dan menggerakkan untuk beribadah dan istiqomah di dalamnya, dan Mendorong seseorang untuk senantiasa bersyukur kepada Allah.

Orang yang tidak berharap kepada Allah, berarti orang yang salah dan termasuk perbuatan yang haram.

يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلَا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ ۖ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ

Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir". (Q.S. Yusuf : 87)

قَالَ وَمَنْ يَقْنَطُ مِنْ رَحْمَةِ رَبِّهِ إِلَّا الضَّالُّونَ

Ibrahim berkata: "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat". (Q.S. Al Hijr : 56)

c.       Takut kepada Allah

Takut kepada Allah adalah kekhawatiran hati dari hukuman Allah dan berusaha lari dari penyebab hukuman Allah.

يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ

Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk). (Q.S. Al baqoroh : 40)

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ  فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَىٰ

Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya,
Maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya). (Q.S. An Naziat : 40-41)

Dengan takut kepada Allah, maka seseorang akan terhindar dari dosa dan kemaksiatan dan terdorong untuk bersegera dalam kebaikan dan ketaatan.

عن أَبي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ خَافَ أَدْلَجَ وَمَنْ أَدْلَجَ بَلَغَ الْمَنْزِلَ أَلاَ إِنَّ سِلْعَةَ اللَّهِ غَالِيَةٌ أَلاَ إِنَّ سِلْعَةَ اللَّهِ الْجَنَّةُ »

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda: “Barangsiapa yang takut, maka hendaknya dia berjalan di awal malam, dan barangsiapa yang berjalan di awal malam maka dia akan sampai kepada yang diinginkan, ingatlah sesungguhnya barang dagangan Allah itu mahal dan ketauhilah bahwa sesungguhnya barang dagangan Allah adalah surga”. (HR. Tirmidzi:  no 954)

Dari uraian di atas, kita mengetahui bahwa ibadah tidak mungkin terlaksana dengan baik kecuali dengan tiga rukun ini, yaitu cinta, takut, dan penuh harap akan rahmat Allah.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Ketahuilah bahwa penggerak hati untuk beribadah adalah tiga perkara, yaitu cinta, takut, dan penuh harap akan rahmat Allah”. (Fatawa Syeikhul Islam)

Ibnul Qoyyim berkata, “Hati dalam beribadah kepada Allah seperti burung, cinta itu kepala burung, takut dan berharap adalah sayapnya. Saat kepala dan sayap utuh, maka burung akan terbang sempurna, namun saat kepala terputus, maka burung pun mati, dan saat sayap tidak utuh, maka terbang pun tidak sempurna dan menjadi sasaran para pemburu” (Madarijus Salikin 1/517)

Demikian, semoga Allah senantiasa membimbing kita semua untuk beribadah karena dorong cinta, berharap, dan takut. (Oleh : Abu Rufaid Agus Susehno, Lc)

IKHLAS BERIBADAH

Semua orang ingin ibadahnya diterima dan berpahala, akan tetapi ibadah tidak sah dan tidak diterima jika tidak berpondasikan keikhlasan ...