Terkadang seseorang menghabiskan separuh umurnya atau bahkan semua umurnya
terus berkecimpung dengan ilmu, dari belajar di pesantren, mengikuti
pengajian-pengajian rutin, bahkan sampai merantau ke negeri seberang. Namun,
betapa banyak di antara mereka yang berkeluh kesah karena belum ada secuil
ilmupun yang mereka dapatkan!. Adakah yang salah di balik itu semua?!
Jika kita cermati,
niscaya kita dapatkan, bahwa di antara sebab yang menghalangi seseorang untuk
mendapatkan ilmu adalah tidak adanya perhatian dari para penuntut ilmu terhadap
adab-adab menuntut ilmu. Sedangkan berhias diri dengan adab-adab menuntut ilmu
akan mempermudah para penuntut ilmu dalam menuntut ilmu dan akan membimbing
mereka dalam memilih dan memilah mana ilmu yang lebih penting dari yang
penting.
Mempelajari adab-adab
menuntut ilmu sangat penting sekali bagi para penuntut ilmu sebelum mulai
melangkah untuk menuntut ilmu. Oleh karena itu, sangat masyhur dan sangat
banyak sekali wasiat dari para ulama tentang pentingnya mempelajari adab-adab
ini.
Imam Malik Rahimahullah
pernah berkata kepada seorang pemuda dari keturunan Quraisy; “Wahai anak
saudaraku, pelajarilah adab tersebut sebelum kamu memulai belajar ilmu. {Al-Hilyah oleh Abi
Nu’aim (6/330)}
Berkata Yusuf bin al
Husein Rahimahullah: “Dengan adab, ilmu bisa dipahami.” {Iqtidho’ul Ilmi
wal Amali oleh Khatib al Baghdadiy, hal: 170}
Berkata Abu Abdillah al-Balhi Rahimahullah, “Adab-adab ilmu lebih banyak daripada ilmu itu sendiri” { Al Adabu Asy Syar'iyyah (3/552)}
Syeikh Bakar Abu Zaid Rahimahullah
berkata, “Ketahuilah, ilmu adalah mutiara di mahkota syariat yang paling
berharga, tidak ada seorangpun yang bisa meraih ilmu tersebut kecuali yang
berhias dengan adab-adabnya dan menjauhkan dirinya dari penyakit-penyakit ilmu”
{Syarh Hilyatul Thalibil Ilmi: 10}
Ini semua menunjukkan
kepada kita, bahwa berhias dengan adab itu sangatlah penting bagi orang yang
ingin menuntut ilmu.
Adab-adab menuntut ilmu
Berikut ini penulis
sebutkan beberapa adab yang harus dimiliki oleh seorang penuntut ilmu sebelum
melangkah untuk menuntut ilmu, saat menuntut ilmu, dan setelah mendapatkan
ilmu.
Pertama: Adab-adab bagi
penuntut ilmu sebelum mulai melangkah menuntut ilmu
1. Menanam keikhlasan dalam hati
Menuntut ilmu adalah
ibadah, bahkan termasuk ibadah yang paling agung lagi utama, dan ibadah tidak
mungkin terealisasi kecuali dengan mengikhlaskan niat. Oleh karenanya,
seseorang yang ingin menimba ilmu, harus berniat untuk merealisasikan perintah
Allah Subkhanahu wa Ta'ala, menjaga atau melindungi syariat-Nya, dan
untuk mengikuti syariat Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa Salam. {Lihat syarh hilyatu
thalibil ilmi hal: 14}
Allah Subkhanahu wa
Ta'ala berfirman:
"Dan mereka tidak
diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam menjalankan agama dengan lurus” {Surat Al Bayyinah: 5 }
Syeikh Bakar Abu Zaid Rahimahullah
berkata, “Apabila dalam menuntut ilmu kehilangan keikhlasan, maka menuntut ilmu
akan berubah menjadi amalan yang paling hina dan tidak ada yang bisa
menghanguskan pahala dari menuntut ilmu melainkan riya', baik riya yang sampai
ke derajat kesyirikan maupun riya yang mengurangi kesempurnaan keikhlasan
seperti suka pamer dengan mengatakan aku telah mengetahuinya, aku telah hafal”
{Syarh hilyah Thalibil ilmu, hal: 13 }
Al Hafidz Adz Dzahabi Rahimahullah
berkata, “Menuntut ilmu -yang pada asalnya hukumnya wajib atau sunnah-
terkadang bisa menjadi amalan yang tercela bagi seseorang, yaitu bagi seseorang
yang menuntut ilmu untuk mengajak debat para ahli ilmu, mempermainkan
orang-orang bodoh, ingin menjadi pusat perhatian, ingin diagungkan dan
dihormati, mengharapkan kedudukan, harta dan martabat di dunia. Mereka termasuk
orang-orang yang akan dinyalakan api neraka baginya' {Thalabul ilmi wa
aqsamuhu, hal: 210}
2. Berhias dengan ketakwaan
Takwa adalah kunci
ilmu, itulah ungkapan yang tepat untuk menjelaskan kedudukan takwa dengan ilmu.
Karena dengan ketakwaan, niscaya seseorang akan dipermudah untuk mendapatkan
ilmu.
Ibnu Mas'ud Radliallahu
'anhu berkata, “Aku berpendapat, seseorang itu bisa lupa akan ilmunya yang
pernah dia ketahui karena kesalahan yang dia perbuat” {Az Zuhd: 329}
Waki' Rahimahullah
berkata, “Tinggalkanlah kemaksiatan untuk memperkuat hafalan” {Roudhotul uqala': hal
29}
Imam Malik Rahimahullah
berkata kepada Imam Syafi'i Rahimahullah saat bertemu pertama kalinya,
“Aku melihat Allah telah memberikan cahaya pada hatimu,maka janganlah kamu
padamkan dengan kemaksiatan”{ A'lamul Muwaqi'in 4/258}
3. Tekad bulat untuk menuntut ilmu
Tidak ada sesuatu yang
bisa diraih ketika tidak dibarengi dengan usaha untuk meraihnya, dan tidak ada
usaha untuk meraihnya ketika tidak didukung oleh tekad yang bulat dan motivasi
yang sempurna. Oleh karenanya, Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa Salam
berlindung dari kelemahan dan kemalasan, dan kemalasan adalah penghalang dari
semua kebaikan.
Syeikh Abdurrahman As
Sa'di Rahimahullah berkata, “Tekad yang bulat dan keteguhan hati adalah
sebab utama untuk meraih cita dan harapan yang beranekaragam” {Dinukil dari An Nubadz
fi adabi thalabil ilmi, hal: 16}
Syeikh Bakar Abu Zaid Rahimahullah
berkata, “Tekad yang bulat mendatangkan bagimu -dengan izin Allah- kebaikan
yang tak terbatas, dan membawamu menuju tingkatan yang lebih sempurna” {Syarh Hilayu Thalibil
ilmi, 107}
Kedua: Adab-adab bagi
penuntut ilmu saat menuntut ilmu
1. Belajar dari guru langsung
Belajar dari guru
secara langsung memiliki manfaat yang begitu besar lagi banyak, di antaranya,
menyingkat waktu belajar, lebih mudah untuk mengkokohkan ilmu, menghindari
kesalahan pemahaman, melatih untuk lebih, dan manfaat-manfaat lainnya.{ Lihat syarh thalibil
ilmi hal 74 dan an nubadz fi thalabil ilmi hal 18-20}
Oleh karenanya, kita
dapatkan banyak sekali perkataan para ulama yang menegaskan pentingnya belajar
dari guru langsung, di antaranya:
Sulaiman bin Musa Rahimahullah
berkata: Ilmu tidak diambil dari buku” {At Tamhid 1/42}
Syeikh Bakar Abu Zaid Rahimahullah
berkata, “Metode utama dalam menuntut ilmu adalah menimba ilmu dengan cara
talqin dan talaqqi langsung dari para asatidzah dan masyayikh, dengan mendengar
langsung dari guru dan bukan melalui lembaran-lembaran kertas maupun buku...” {Syarh thalibil ilmi 74}
Kemudian beliau
menyebutkan: “Barangsiapa menimba ilmu tanpa guru, sungguh dia akan keluar
tanpa ilmu”
Namun, ketika seseorang
ingin belajar dari guru langsung, tentunya dia harus memilih guru yang dia akan
menimba ilmu darinya. Dia harus memilih guru yang memang akan mengajarkan ilmu
kepadanya dengan benar. Para Ulama telah menegaskan pentingnya memilih guru, di
antara lain:
Imam Malik Rahimahullah
berkata, “Ilmu tidak bisa diperoleh dari empat orang, dan bisa diambil dari
selain empat orang tersebut, yaitu Ilmu tidak bisa diperoleh dari orang bodoh,
dari ahli bid'ah yang menyebarkan bid'ahnya, dari orang-orang pendusta yang
berdusta saat berbicara kepada orang lain meskipun dia tidak tertuduh memalsu
hadits Nabi Shalallahu 'alaihi wa Salam, dan tidak pula dari seorang
syeikh yang telah berumur, solih, ahli ibadah apabila tidak memahami apa yang
dia katakan.” {At Tamhiid oleh Ibnu Abdil Barr 1/66}
2. Fokus dalam menuntut ilmu
Ketika seseorang ingin
menimba ilmu syar'i, maka dia harus benar-benar memberikan konsentrasinya untuk
belajar, jika hanya belajar di waktu-waktu senggang maka dia akan mendapatkan
ilmu sesuai waktu yang dia berikan.
Lihatlah Malik bin Al
Huwairits Radliallahu 'anhu berkonsentrasi penuh untuk belajar ilmu
agama di rumah Rasulullah saw. Beliau berkata, “Aku mendatangi Nabi Muhammad
saw bersama sekelompok orang dari kaumku, kemudian kami tinggal selama dua
puluh hari di rumah beliau, beliau saw adalah orang yang penyayang dan lembut,
setelah beliau merasakan kerinduan kami dengan keluarga kami, maka beliau Shalallahu
'alaihi wa Salam, berkata, “Pulanglah, tinggallah bersama mereka lalu
ajarilah mereka dan shalatlah kalian bersama mereka... {HR Bukhari: 268}
3. Mengadakan perjalanan
Mengadakan perjalanan
dalam menuntut ilmu merupakan sebuah keniscayaan, tidak ada seorangpun yang
tidak membutuhkan perjalanan saat menuntut ilmu.
Al Hafidz Ibnu Rajab Rahimahullah
berkata, “Jika seseorang bisa mencukupkan diri belajar dengan tidak merantau,
niscaya Nabi Musa 'Alaihi Salam tidak akan merantau untuk menimba ilmu
karena Allah Subkhanahu wa Ta'ala telah memberikan kepadanya kitab suci
taurat. Namun, setelah Allah memberitahukan kepadanya tentang Nabi Khidr 'Alaihi
Salam yang memiliki ilmu yang tidak dimiliki oleh orang lain, maka beliau
bertanya tentang cara untuk menemuinya, hingga akhirnya beliau dan pembantunya
berjalan mencari Nabi khidr 'Alaihi Salam.”
4. Bertahap dalam menuntut ilmu
Ilmu itu banyak dan
bercabang, tidak mungkin seseorang menguasai cabang-cabangnya sebelum menguasai
pokoknya, seperti cabang pohon yang tidak akan kuat menahan daun kecuali memang
dahan tersebut kokoh.
Oleh karenanya,
seseorang yang ingin menuntut ilmu, harus menguasai hal-hal prinsip terlebih
dahulu sebelum mendalami cabang-cabang ilmu, menguasai prinsip-prinsip utama
ilmu tidak mungkin terwujud kecuali dengan bertahap dalam menuntut ilmu.
Syeikh Bakar Abu Zaid Rahimahullah
berkata, “Barangsiapa tidak menguasai hal-hal prinsip dalam ilmu, niscaya tidak
akan sampai kepada tujuannya, dan barangsiapa menuntut ilmu tanpa melalui
tahapan-tahapannya, niscaya ilmu yang dia dapatkan akan hilang”. {Syarh
tholibil ilmi, hal: 54}
Saudaraku, setelah kita
mendapatkan ilmu, maka termasuk adab-adab bagi penuntut ilmu setelah
mendapatkan ilmu adalah mengamalkan ilmu tersebut dan mencurahkan segala daya
dan upayanya untuk menjaga ilmu. Wallau A'lam.
. ditulis oleh Abu Rufaid Agus Suseno, Lc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar