Cari Blog Ini

Kamis, 21 Mei 2015

POLEMIK BACA AL QUR’AN DENGAN LANGGAM JAWA



Polemik membaca kitab suci Al Qur’an dengan langgam jawa muncul setelah bacaan ini dilantunkan di Istana Negara saat peringatan Isro’ Mi’roj pada hari jumat 15 April 2015.

Sebagian kalangan membolehkan bacaan tersebut dengan dalih:

a.      Cara membaca Al Qur’an selama ini merupakan hasil dari seni budaya masyarakat tertentu.

b.      Satu masyarakat dengan masyarakat lainnya tidak memiliki kesamaan langgam dalam membeca al qur’an, oleh karena itu, setiap komunitas boleh membaca al qur’an dengan langgam yang lazim di antara mereka.

c.       Tujuan pembacaan Al-Quran dengan langgam Jawa adalah menjaga dan memelihara tradisi Nusantara dalam menyebarluaskan ajaran Islam di tanah air.

d.      Selama langgam tersebut sesuai dan tidak menyalahi hukum tajwid yang sudah ditetapkan para qurro atau ulama dibidang Al-Qur’an, maka langgam jawa diperbolehkan.

Sebagian lain pun melarangnya, dengan dalih :

a.      Banyak huruf yang terbaca secara tawallud karena mengejar irama

b.      Seharusnya lahjah membaca al qur’an adalah lahjah Arab, berdasarkan hadits berikut, “Bacalah Al-Quran dengan lagu dan suara orang Arab. Jauhilah lagu/irama ahlkitab dan orang orang fasiq. Nanti akan ada orang datang setelahku membaca Alquran seperti menyanyi dan melenguh, tidak melampau tenggorokan mereka. Hati mereka tertimpa fitnah, juga hati orang yang mengaguminya. (HR. Tarmidzi, dan dinyatakan dho’if oleh Al Albani dalam Dho’iful Jami no :1067)





c.       Membaca al qur’an dengan langgam jawab merupakan bentuk memaksakan bacaan, atau takalluf. Pembacanya terlalu memaksakan untuk meniru lagu yang 'tidak lazim' dalam membaca Al-Quran.

d.      Membaca al qur’an dengan langgam jawab biasanya diiringi niat merasa perlu menonjolkan kejawaan atau keindonesiaan. Hal ini membangun sikap ashabiyyah dalam ber-Islam. Padahal ashabiyah itu hukumnya haram.

e.      Membaca al qur’an dengan langgam jawab bisa termasuk perbuatan yang memperolok-olokkan ayat-ayat Allah, karena menyamakan dengan lagu-lagu wayang dalam suku Jawa.
f.        Menggunakan langgam jawa dalam membaca al qur’an akan merusak keindahan Alquran itu sendiri. Seandainya lagu Jawa dinyanyikan pakai cara seriosa, maka penciptanya akan protes dan keindahannya hilang.

Bahkan, sebagian kalangan sampai menyatakan bahwa melantunkan al qur’an dengan langgam jawa adalah bentuk kekufuran, pelakunya harus taubat, karena melantunkan al qur’an dengan langgam jawab adalah bentuk mengolok olok al qur’an, dan mengolok-olok agama atau sesuatu dari agama adalah perbuatan yang menyebaban pelakunya kufur.

Lalu, manakah yang benar?

Di sinilah banyak orang yang bingung, dan banyak pula orang yang terjebak pada ilmu instan. Maksudnya, banyak sekali orang yang ingin tahu jawaban dari para ulama secara signifikan, langsung menjawab hukum melantunkan al quran dengan langgam jawa, padahal para ulama sejak dahulu kala telah memberikan batasan-batasan dalam membaca al qur’an, yang sekiranya seseorang mau memperhatikannya, niscaya dia tahu hukum melantunkan al qur’an dengan langgam jawa.

Di antara para ulama yang telah menjabarkan ketentuan melagukan Al qur’an adalah imam ibnul qoyim rahimahullah dalam kitab beliau zaadul ma’ad (1:474), ringkasnya beliau menyebutkan beberapa ketentuan irama atau lagu dalam membaca al qur’an sebagai berikut :

1- Irama yang mengikuti tabiat asli manusia, tanpa memberat-beratkan diri, belajar atau berlatih khusus. Melagukan bacaan Al-Qur’an seperti ini dibolehkan.

2- Irama yang dibuat-buat, bukan dari tabiat asli, diperoleh dengan memberat-beratkan diri, dibuat-buat dan dibutuhkan latihan sebagaimana para penyanyi berlatih untuk mahir dalam mendendangkan lagu. Melagukan semacam ini dibenci oleh para ulama salaf, mereka mencela dan melarangnya. Para ulama salaf dahulu mengingkari cara membaca Al-Qur’an dengan dibuat-buat seperti itu.

Kedua kaedah ini adalah kaedah berkaitan dengan cara membaca atau lahn atau irama, adapun jika dilihat dari sisi kaedah tajwid, maka membaca al qur’an harus terpenuhi syarat di antara lain, tidak keluar dari kaedah dan aturan tajwid atau huruf yang dibaca tetap harus jelas sesuai kaedah tajwid. 

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menyatakan, “Tidak boleh bagi seorang mukmin membaca Al Qur’an dengan nada-nada para penyayi. Yang diperintahkan bagi kita adalah membaca Al Qur’an seperti yang dibaca oleh para ulama salaf kita yang shalih yaitu para sahabat radhiyallahu ‘anhum dan yang mengikuti mereka. Caranya adalah memperindah bacaan dengan tartil, dengan meresapi dan khusyu’ sampai berpengaruh dalam hati yang mendengarkan maupun yang membaca. Adapun membaca Al-Qur’an dengan cara yang biasa dilakukan oleh para penyayi, seperti itu tidaklah dibolehkan.” (Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah)

Bagi yang mau jujur memperhatikan batasan-batasan dalam membaca Al Qur’an yang telah disampaikan para ulama, niscaya ia mengetahui bahwa melantunkan Al Qur’an dengan langgam jawa terdapat beberapa kesalahan, di antara lain:

a.      Irama langgam jawa dalam membaca Al Qur’an termasuk irama yang dibuat-buat dan memberatkan diri. Berbeda halnya, jika seseorang membaca Al qur’an dengan logat jawa atau sunda atau lainya yang telah menjadi gaya bacaan dia, tanpa harus memberatkan diri.
b.      Belum lagi adanya beberapa kesalahan dalam mengucapkan huruf yang dipaksakan mengikuti lagu.
c.       Membaca Al Qur’an dengan langgam jawa adalah cara yang biasa dilakukan penyanyi.

Adanya tiga kesalahan ini, sebenarnya cukup untuk menyatakan bahwa melantunkan Al Qur’an dengan langgam jawa ini tidak diperbolehkan. Belum lagi beberapa kesalahan yang bisa saja terlahir dari melantunkan Al Qur’an dengan langgam jawa, seperti:

a.      Bisa saja dilakukan karena riya dan kefanatikan. Meskipun riya dan kefanatikan bisa saja terjadi meskipun melagukan Al Qur’an dengan tartil.

b.      Bisa saja pelakunya ingin bermain-main dengan Al Qur’an, meskipun hal ini yang tahu hanya pelakunya sendiri atau yang memperkasainya.

c.       Bisa saja seseorang yang mendengar lantunan Al Qur’an dengan langgam jawa terkejut sehingga tidak bisa menghayatinya, padahal tujuan membaca Al Qur’an adalah untuk dihayati.

d.      Belum lagi kekhawatiran akan adanya orang-orang lain yang mengganti irama langam jawab dengan aliran-aliran musik lainnya seperti rock, jazz, dan lain-lainnya.

Adapun alasan orang yang membolehkan karena cara membaca Al Qur’an adalah hasil seni budaya, buktinya satu masyarakat dengan masyarakat lainnya tidak memiliki kesamaan dalam melagukan a qur’an, maka bisa dijawab, bahwa ketidaksamaan tersebut adalah proses alamiah yang tidak ada usaha mengada-ada atau membuat-buat lagu,jika demikian halnya maka melagukan Al Qur’an yang ada logat jawa atau sunda tidak dilarang. Karena termasuk irama yang mengikuti tabiat manusia tanpa berlebihan.

Adapun alasan yang membolehkan langgam jawa dalam membaca Al Qur’an dengan tujuan menyebarkan islam dengan tradisi nusantara, maka hal ini tidak diperlukan, karena kaum muslimin dengan berbagai suku dan latar belakang apapun sudah bisa menerima irama-irama Al Qur’an sekarang ini, dan tidak perlu disesuaikan dengan irama lagu masing-masing daerah.

Dan terakhir, jika kita anggap melantunkan Al Qur’an dengan langgam jawa itu boleh karena tidak menyelisihi kaedah tajwid, maka ini termasuk sesuatu yang boleh secara hukum asal, namun tidak boleh dilakukan karena adanya tujuan syariat yang tidak terwujud atau karena adanya dampak-dapak lain yang buruk.

Semoga yang sedikit ini memberikan pencerahan kepada penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Wallhu a’lam bis showab.

Rabu, 20 Mei 2015

KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU (bagian satu)



Segala puji bagi Allah yang telah mengajarkan dengan pena, yang telah mengajari manusia akan perkara-perkara yang belum mereka ketahui, aku memuji Allah, shalawat serta salam semoga tercurah atas orang yang telah mengajari manusia kebaikan, yang telah Allah utus sebagai rahmat untuk semesta alam, yang memberi hidayah untuk meniti jalan yang lurus yaitu jalan kebenaran.

Sudah diketahui bersama, bahwa menimba ilmu merupakan amalan yang mulia untuk mendekatkan diri kepada Allah dan ketaatan yang paling agung kepada Allah. Namun, jikalau kita melihat kondisi sebagian kaum muslimin sekarang ini, niscaya kita dapatkan kondisi yang menyedihkan. 

Kita dapatkan sebagian kaum muslimin tidak mengindahkan wajibnya menimba ilmu, sebagian yang lain kita dapatkan mereka rajin menghadiri kajian dan majlis taklim, namun amalan dan akhlak mereka tidak semakin membaik justru semakin jauh dari nilai-nilai islam.

Oleh karena itu, di sini kita akan menyebutkan beberapa contoh keutamaan menuntut ilmu, kedudukan ulama di sisi Allah yang banyak disebutkan dalam ayat-ayat al qur’an, hadits-hadits Nabi, perkataan para sahabat, maupun nukilan dari para salaf solih.

Selain itu, dengan kembali mengingat dan mengenal keutamaan menuntut ilmu, seseorang akan semakin termotivasi untuk menimba ilmu dan semakin terdorong untuk berhias diri dengan adab-adab penuntut ilmu yang semakin pudar sekarang ini.

AYAT-AYAT AL QUR’AN YANG MENJELASKAN KEUTAMAN ILMU DAN PENUNTUT ILMU

Allah befirman menjelaskan keutamaan ilmu dan tingginya kedudukan ulama dalam beberapa ayat, antara lain, yaitu :

أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الألْبَابِ

(Apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (Q.S. Azzumar : 9)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. AL Mujaadilah : 11)

Meninggikan derajat para penuntut ilmu menunjukkan akan besarnya keutamaan para penuntut ilmu. Ketinggian derajat yang dimaksud di sini mencakup ketinggian secara  maknawi di dunia dengan tingginya kehormatan dia dan terujinya nama dia, dan mencakup pula ketinggian secara hakiki yaitu nanti di akhirat dengan tingginya kedudukan yang akan dia peroleh di surga kelak.

Dalam ayat lain Allah berfirman :

فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ وَلا تَعْجَلْ بِالْقُرْآنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُقْضَى إِلَيْكَ وَحْيُهُ وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا

Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." (Q.S. Thooha : 114)

Dalam ayat ini, Allah tidak memerintah Nabi –sholalhu alaihi wa sallam- untuk meinta tambahan kecuali dalam ilmu. Ilmu yang dimaksud di sini adalah ilmu syar’i, yaitu ilmu yang bisa menambah seseorang untuk mengenal robbnya, dan ilmu yang bisa menambah pengetahuan tentang kewajiban kewajiban seorang muslim kepada Allah baik berkaitan dengan ibadah maupun muamalah.

Dan perintah khusus untuk meminta tambahan ilmu, menunjukkan keutamaan ilmu dan wajibnya menimba ilmu.

Dalam ayat lain Allah berfirman :

يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلا أُولُو الألْبَابِ

Allah menganugerahkan Al Hikmah (imam mujahid mengartikan al hikmah adalah ilmu dan pemahaman) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah). (Q.S. AL Baqoroh :269)

Dalam ayat ini, Allah memberikan kehormatan tinggi kepada penuntut ilmu dengan memberikan kebaikan yang banyak kepada mereka hal ini menunjukkan besarnya keutamaan menimba ilmu.

By Agus Susehno, Lc
(bersambung ....)

إذا ما قال لي ربي أما استحييت تعصيني ؟






إذا ما قال لي ربي أما استحييت تعصيني ..؟
وتُـخفي الذنبَ عن خلقيَ وبالعصيانِ تأتيني
فكيف أجيبُ يا ويحي ومن ذا سوف يحميني؟

أسُلي النفس بالآمالِ من حينٍ الى حيني ..
وأنسى ما وراءُ الموت ماذا سوف تكفيني
كأني قد ضّمنتُ العيش ليس الموت يكفيني!

وجائت سكرة الموتُ الشديدة من سيحميني؟؟
نظرتُ الى الوُجوهِ أليـس منُهم سيفدينـــي؟

سأسأل ما الذي قدمت في دنياي ينجيني
فكيف إجابتي من بعد ما فرطت في ديني

ويا ويحي ألــــم أسمع كلام الله يدعوني؟؟
ألــــم أسمع بما قد جاء في قاف ويسِ
ألـــم أسمع مُنادي الموت يدعوني يناديي

فيا ربــــاه عبدُ تــائبُ من ذا سيؤويني ؟
سوى رب غفور واسعُ للحقِ يهدييني

أتيتُ إليكَ فارحمني وثقــّـل في موازيني
وخفَفَ في جزائي أنتَ أرجـى من يجازيني

Senin, 18 Mei 2015

10 KUNCI QOLBU



            
Jika kita memperhatikan kondisi kita sekarang ini, terkadang seorang anak menampakkan perilaku baik di depan orang tuanya, namun saat orang tua tidak ada, maka ia pun menampakkan watak aslinya. Terkadang seorang murid saat di sekolah menampkkan perlaku terpuji, namun saat pulang ke rumah masing masing, merekapun jauh dari ajaran islam. Mengapa hal ini terjadi? Ada apa di balik ini semua?

            Jika kita mau mencermati, kita dapatkan bahwa di antara sebabnya adalah nasihat yang kita sampaikan tidak tulus dari hati dan tidak sampai meresap ke hati mereka. Sehingga nasihat sekedar masuk telinga kanan lalu keluar dari telinga kiri.

   Oleh karena itu, sebagai orang tua, ia membutuhkan cara untuk mengambil hati anak-anaknya, sehingga nasihat yang ia sampaikan mampu dicerna dan dihayati. Sebagai seorang muslim yang melihat kemungkaran, juga membutuhkan tip mengambil hati orang lain, sehingga org tersebut mampu sadar dari kemaksiatannya. Sebagai juru dakwah, pun membutuhkan cara agar nasihat yang ia sampaikan masuk ke hato objek dakwah.

             Bagaimanakah cara untuk mengambil hati orang lain yang ingin kita nasihat?
Berikut ini adalah beberapa cara untuk mengambil hati orang lain, nasihat kita mampu dicerna oleh hati dan iapun berubah karena kesadaran bukan karena takut. Sebelum menyebutkan cara cara tersebut, ada beberapa hal yang harus kita pahami terlebih dahulu, yaitu :
a.      Sebelum mengambil hati orang lain, maka seyogyanya kita memperbaiki hati kita sendiri terlebih dahulu
b.      Kita tidak mungkin mengambil hati semua orang.
c.       Mengambi hati orang lain bukan berati mereka harus mencintai kita, mejadi teman dekat kita, akan tetapi jika orang lain tidak menyakiti kita maka itu cukup.
d.      Hati seperti gelas, jika pecah maka tidak bisa lagi dibenahi atau minimalnya ada bekasnya.

Adapun tips-tips untuk mengambil hati orang lain adalah sebagai berikut :

Pertama : mencari ridho Allah.
            Harus kita tanamkan dalam diri kita, bahwa saat kita menasihati, saat kita melihat orang lain bermaksiat dan ingin mengingatkannya, atau saat meluruskan kesalahan salah satu anggota keluarga kita, maka hanya ingin menggapai ridho Allah, bukan ingin mencari keridhoan manusia, bukan ingin diterima oleh mereka.
            Hal ini telah dijelaskan oleh Nabi saw, dalam sebuah hadits disebutkan :

عن أبي هريرة  أن النبي  قال : ” من التمس رضا الله بسخط الناس ؛ رضي الله عنه ، وأرضى عنه الناس ، ومن التمس رضا الناس بسخط الله ، سخط الله عليه ، وأسخط عليه الناس        صحيح الترغيب والترهيب  2250
Dari Abu Huroiroh bahwa Nabi saw bersabda, “Barangsiapa mencari ridho Allah meskipun dengan kemurkaan orang lain, niscaya Allah meridhoinya dan Allah jadikan mereka ridho terhadapnya, dan barngsiapa meari keridhoan manusia, dengan mendapatkan kemurkaan dari Allah niscaya Allah murka kepadaya dan Allah jadikan orang lain murka atau tidak suka kepadanya”.
ü      عن أبي هريرة  أن النبي  قال : ” إن الله ، إذا أحب عبدا ، دعا جبريل فقال : إني أحب فلانا فأحبه . قال فيحبه جبريل . ثم ينادي في السماء فيقول : إن الله يحب فلانا فأحبوه . فيحبه أهل السماء . قال ثم يوضع له القبول في الأرض . وإذا أبغض عبدا دعا جبريل فيقول : إني أبغض فلانا فأبغضه . قال فيبغضه جبريل . ثم ينادي في أهل السماء : إن الله يبغض فلانا فأبغضوه . قال فيبغضونه . ثم توضع له البغضاء في الأرض“.                                                                                                                          رواه مسلم 2637
Kedua : berdoa
            Setelah kita mampu menanamkan tujuan utama saat kita menasihati, maka langkah berikutnya adalah kita berdoa kepada Allah. Terkadang kita tersibukkan mencari cara untuk menasihati orang lain, sibuk mencari cara mendidik anak kita, sibuk memikirkan tindakan anak didik kita yang tercela dan sedih karenanya, namun di sisi lain kita lupa, bahwa hati orang itu ditangan Allah, Allah lah yang membolak balikkan hati manusia. Terkadang kita lupa, bahwa hidayah itu di tangan Allah.
            Karenanya, hendaknya kita meluangkan waktu di sela doa kita untuk mendoakan orang yang ingin kita nasihat, baik itu keluarga kita, anak kita, anak didik kita, maupun tetangga kita.
            Lihatlah bagaimana rasulullah mendoakan abu huroirah, sehingga tidak ada seorang mukminpun yang melihat beliau melainkan mencintainya. Nabi saw berdoa dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam muslim:
اللهم ! حبب عبيدك هذا - يعني أبا هريرة - وأمه إلى عبادك المؤمنين .
“Ya Allah, jadikanlah hambamu ini (yaitu abu huroiraoh) dan ibunya dicintai oleh kaum mukminin”.

Ketiga : mencintai orang yang ingin kita nasihati
            Saat mendapatkan orang lain bergelimang dalam kemaksiatan, terkadang kita sangat membencinya, seolah oleh ia telah keluar dari agama islam. Terkadang kita tdak sudi melihatnya dan menyapaya. Atau terkdang kita dikalahkan oleh kemarahan kita, akhirnya org tersebut bukan malah sadar dari kesalahannya, namun semakin jauh terperosok dalam kesalahan.
            Padahal seharusnya kita melihat orang yang bermaksiat dari dua sisi pandang. Pertama dari sisi kemaksiatannya maka kita harus benci terhdap kemaksiatan tersebut. Dan yang keuda dari sisi pelaku maksiat, bahwa ia seorang mukmin dan ia saudara kita, tentnya kita merasa sedih dan kasiha kalau ia trus dalam kemaksiatan.
            Dngan dua cara pandang ini, maka kebencian kita bukan malah menjauhi pelaku maksiat namun justru mendekatinya degan lembut agar ia sadar dan kembali ke jalan yang lurus.
            Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, rasulullah saw bersabda:
" لا تدخلون الجنة حتى تؤمنوا و لا تؤمنوا حتى تحابوا ، .... "       
“Kalian tidak masuk surga sehingga beriman, dan kalian tidak akan beriman sampai saling mecintai sesama mukmin”

Keempat : bersikap zuhud
            Mungkin kita bertanya tanya, apakah hubungan zuhud dengan cara mengambil hati orang lain? Adakah korelasi antara keduanya?
            Kita akan memahaminya dengan membaca sabda Nabi saw:

عن سهل بن سعد الساعدي أن رجلا أتى النبي فقال : يا رسول الله ! دلني على عمل إذا عملته أحبني الله وأحبني الناس ، قال : ازهد في الدنيا يحبك الله ، وازهد فيما عند الناس يحبك الناس . رواه البيهقي وغيره وذكره الألباني في السلسلة الصحيحة 944
Dari sahl bin sa’ad assa’idi bahwa ada seorang lelaki mendatangi nabi saw lalu bertanya, “Wahai rasulullah, tnjukkanlah kepadaku suatu amalan, jika aku mengerjakannya, maka Alah mencintaiku dan orang orang pun mencintaiku”. Beliau saw menjawab, “Berbuatlah zuhud di dunia niscaya Allah mencintaimu, dan berbuatlah zuhud dari apa yang dimiliki orang lain, niscaya orang lain mencintaimu”.

            Subhanallah, dalam hadits ini dijelaskan bahwa saat kita berbuat zuhud di dunia, yaitu dengan meninggalkan segala sesuatu yang tidak bermanfaat di dunia, niscaya Allah mencintai kita. Dan saat kita berbuat zuhud dari apa yang dimiliki orang lain, maksudnya tidak mudah memohon bantuan dari orang lain,kita berusaha memenui apa yang kita butuhkan tanpa mengandalkan orang lain selama kita bisa, dan juga dengan mudah memberi bantuan kepada orang lain, niscaya manusia akan mencintai kita.
            Coba kita perhatikan dalam hadits berikut ini, bagaimana kezuhudan rasululllah sebagai salah satu sebab orang-orang saat itu masuk islam.
ما سئل رسول الله على الإسلام شيئا إلا أعطاه . قال فجاءه رجل فأعطاه غنما بين جبلين . فرجع إلى قومه ، فقال : يا قوم أسلموا . فإن محمدا يعطي عطاء لا يخشى الفاقة                  رواه مسلم2312
Kelima : kesesuaian antara perkataan dan perbuatan kita.
            Memerintahkan orang lain itu mudah, adapun memerintahkan diri sendri itu sulit. Karena itu, sering kali kita gampang mengomentari orang lain, namun aib kita sendiri kita lupakan. Karena itu, sering kali perkataan dan perbuatan kita pun tidak sama. Sehingga, jangan heran manakala anak kita tidak menurut dengan perkataan kita, jangan heran manakala anak didik kita enggan mengikuti nasihat kita.
            Sungguh sebuah keharusan bagi seseorag yang ingin nasihatnya diterima untuk mengamalkan kebaikan yang ia ingin sampaikan. Dan ia pun harus menjdai orang pertama yang meninggalkan kemungkaran saat ingn melarang orang lain dari kemungkaran tersebut.
            Allah berfiran :
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Apakah kalian mengja orang lain berbuat kebaikan sedangkan kalian melupakan diri kalian, padahal kalin membeca kitab, apakah kalian tidak berakal/berfikir? (al baqoroh :44)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ (3)                 
“Wahai orang orang yang beriman, mengapa kalian mnegatakan apa yang kalian tidak melakukannya, sunguh besar kemurkaan Allah jika kalian berkata apa yang kalian tidak lakukan” (As shoff)
(bersambung ...)

IKHLAS BERIBADAH

Semua orang ingin ibadahnya diterima dan berpahala, akan tetapi ibadah tidak sah dan tidak diterima jika tidak berpondasikan keikhlasan ...