Setelah kita mengenal bahwa amal
kebaikan itu beringkat-tingkat, kita juga telah mengenal dan mengetahui bahwa
para salaf sangat perhatian terhadap tingkatan amak kebaikan, maka sekarang
kita akan lebih memperdalam kembali tingkatan amal kebaikan menurut berbagai
macam sisi. Yang pertama, adalah tingkatan amal kebaikan menurut jenisnyat.
Yang dimaksud dengan tingkatan
amal kebaikan menurut jenis adalah menurut jenis amalan tersebut. Amalan
tersebut termasuk jenis amalan wajib atau sunnah. Jika wajib, amalan tersebut
termasuk landasan-landasan pokok dalam islam atau bukan dan seterusnya. Dan
jika amalan tersebut termasuk amalan sunnah, maka dikembalikan kepada jenis
amalan sunnah tersebut.
Dan secara umum bisa kita ringkas
bahwa tingkatan amal kebaikan jika ditilik dari jenisnya, bisa diperinci
sebagai berikut secara berurutan :
-
Merealisasikan dua kalimat
syahadat
-
Shalat
-
Zakat
-
Rukun islam lainnya
-
Seluruh kewajiban, yang
paling utama adalah birrul walidain
-
Menuntut ilmu sunnah
-
Jihad
-
Dzikir
Dalil tingkatan amal seperti
di atas
Dalam shahihain dari hadits
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu berkata, “Aku bertanya kepada Nabi
“Amalan apakah yang paling utama?”. Beliau r
menjawab, “Shalat pada waktunya”. Aku berkata, “Kemudian amalan apa lagi?”.
Beliau r
menjawab, “Berbakti kepada kedua orang tua”. Aku berkata, “Kemudian amalan apa
lagi?”. Beliau r
menjawab, “Jihad di jalan Allah”. Kemudian beliau diam, dan seandainya aku bertanya lagi niscaya Beliau r
akan menyebutkan amalan yang utama berikutnya” (diriwayatkan oleh Bukhari n0 2782
dan Muslim no : 85)
Dalam shahihain juga dari hadits
Abu Hurairah radiyallahu anhu berkata, “Rasulullah r pernah ditanya, “Amalan
apakah yang paling utama?” beliau menjawab, “Beriman kepada Allah dan
rasulnya”. Beliau ditanya kembali, “Kemudian amalan apa?”. Beliau r
menjawab, “Jihad di jalan Allah”. Kemudian beliau ditanya kembali, “Kemudian
amalan apa?”. Beliau r
menjawab, “Haji mabrur”. (diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
Hadits Abu Dzar radiyallahu anhu
berkata, “Aku bertanya kepada Nabi r,
“Amalan apakah paling utama?”. Beliau r
menjawab, “Iman kepada Allah dan jihad di jalanNya”. (diriwayatkan oleh Bukhari
dan Muslim)
Jika ada yang bertanya :
Bukankah hadits-hadits di atas tidak secara pasti menyebutkan urutan
sebagaimana yang disebutkan di atas?
Jawabannya adalah bahwa cara
menggabung jika ada tingkatan amal kebaikan yang terkesan saling bertolak
belakang adalah sebagai berikut :
Pertama : Mengklasifikasikan tingkatan amal kebaikan menurut
jenisnya. Hal ini dikarnaka, bahwa lafal-lafal global dalam sebuah nash harus
ditafsirkan menurut nash-nash lain yang lebih khusus sesuai kaedah-kaedah
syariat dan pokok-pokok agama.
Sebagai contoh, dalam hadits abu
hurairah, ketika rasulullah ditanya tentang amalan paling utama, maka beliau
menjawab ; beriman kepada Allah dan rasulnya. Pada hadits Ibnu Mas’ud ketika
rasulullah ditanya tentang amalan paling utama, maka beliau menjawa shalat pada
waktunya. Kedua jawaban ini dibawa kepada makna rukun islam. Beriman keapda
Allah dan rasulnya melambangkan syahadat. Shalat melambankan rukun-rukun islam
lainnya. Namun, di sini hanya disebutkan rukun pertama dan kedua untuk
mengisyaratkan bahwa kedua amalan tersebut amalan terpenting dari rukun-rukun
islam lainnya.
Kedua : Jika langkah pertama tidak mungkin ditempuh, maka
dikembalikan kepada faktor-faktor lainnya yang melatarbelakangi amalan
tersebut. Faktor-faktor ini akan dijelaskan secara perinci di
pembahasan-pembahasan berikutnya. Adapun dalam pembahasan ini, beliau
memfokuskan pembagian tingkatan amal kebaikan menurut jenisnya saja. Sehingga,
amalan karena faktor tertentu lebih utama daripada amalan lainnya meskipun
terkadang amalan yang kurang utama tadi lebih utama jika dilhat menurut
jenisnya.
Sebagai contoh, disebutkankan
dzikir baru jihad. Maka yang dimaksud dengan dzikit di sini adalah dzikir yang
terus menerus dan berkesinambungan, bukan hanya sekedar dzikir lewat lisan
saja.
Ketiga : jika langkah kedua tidak mungkin ditempuh, maka
tingkatan amal kebaikan tersebut dibedakan menurut waktunya.
Sebagai contoh, penyebutkan jihad kemudian haji dalam
hadits abu hurairah, menunjukkan bahwa jihad lebih utama daripada haji. Padahal
jika dilihat dari jenisnya, maka haji lebih utama daripada jihad. Untuk
mensikronkan, maka kita katakan bahwa haji dalam hadits abu hurairah lebih
utama karena jihad saat itu fardhu ain,
sedangkan haji saat itu masih sunnah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar