Tidak sepantasnya suami
istri bertengkar di hadapan anak-anak mereka –anak kecil pada khususnya-, tidak
pantas pula mereka mengangkat suara di hadapan anak-anak mereka, karena
tindakan ini melahirkan perasaan takut dan khawatir pada diri anak.
Bahkan, anak-anak
terkadang mengira bahwa perselisihan kedua orang tuanya pasti berakibat pada
perceraian dan perpisahan, sehingga anak-anak mereka tercekam rasa takut dan
selalu cemas dengan perselisihan kedua orang tua, dan akan berdampak negatif
pada kejiwaan anak.
Bahkan para pakar psikolog
menegaskan bahwa perselisihan kedua orang tua yang terus menerus di hadapan
anak-anak mereka berdampak negatif pada kesehatan kejiwaan anak, dampak ini
akan selalu dirasakan hingga mereka dewasa, terkadang lahir kebencian dan
ketakutan dari pernikahan pada sebagian anak, mereka takut jikalau perseteruan
akan berulang pada keluarganya kelak, karena anak telah berasumsi bahwa suami
istri harus hidup sengsara penuh dengan perselisihan, problematika, dan
rintangan.
Hal-hal di atas terjadi
–secara khusus- ketika perselisihan suami istri dikuasai oleh emosi yang tak
terkendali, angkat suara, ancaman perceraian dan seterusnya.
Akan tetapi, apa yang
harus dilakukan kedua orang tua terhadap problematika keluarga yang pasti
datang menghampirinya?
Bagaimana sikap mereka
terhadap problematika keluarga yang tidak ada satu rumah tangga kecuali ada
problematika?
Perselisihan keluarga agar
tidak berdampak pada kesehatan kejiwaan anak, maka harus dikendalikan, dan suami
istri harus berusaha agar perselisihan tersebut penuh dengan kesopanan dan
saling menghargai, dan harus dihindarkan dari peremehan, celaan dan lainnya.
Perselisihan di atas juga
harus jauh dari anak-anak, sehingga tidak berdampak negatif pada kesehatan
kejiwaan anak dan tidak melukai perasaan mereka.
Disamping itu, anak-anak
harus dididik bahwa perselisihan itu pasti terjadi, tetapi perselisihan
tersebut harus penuh dengan kasih sayang, cinta, menghormati orang lain, dan tidak
sampai pada tingkat yang tidak pantas.
Seorang ibu harus
berhati-hati pada satu poin penting, yaitu seorang ibu yang menghasut anaknya
bahwa ayahnya telah mendzolimi dirinya atau ayahnya tidak memberikan hak-hak
dirinya atau lainnya dengan tujuan agar anaknya membelanya.
Tindakan ini tidak benar,
bagaimanapun keadaan sang ayah, maka dia tetap ayahnya, ayah yang memiliki hak
untuk ditaati anak-anaknya, dicintai, disayangi, dan dihormati. Maka tidak
boleh ditanamkan pada anaknya untuk membenci ayahnya.
Ini tindakan buruk dan
tidak mendidik, terlebih lagi perbuatan tersebut haram, karena tindakan ibu
manghasut anak bisa mendorong anak untuk durhaka kepada ayah, dan mencampakkan
sang anak untuk mendapatkan siksaan Allah di dunia dan akhirat.
Sang ayah juga tidak boleh
menghasut anak, dia tidak boleh memenuhi jiwa anak dengan kebencian kepada
ibunya, bagaimanapun kondisi perselisihan mereka berdua. Karena ibu tetap ibu
sang anak, bagaimanapun keadaan ibu, yaitu ibu yang memilik hak untuk ditaati
oleh anaknya. Akan tetapi sang ayah yang bodoh dan ibu yang bodoh sering
menghasut anak-anaknya.
Yang memberikan peringatan
akan hal ini bukan hanya para ulama, melainkan para dokter spesialis anak.
DR. Benyamin –dokter
spesialis anak-anak- berkata dalam bukunya “sepatah kata untuk para ibu” :
“Saya ulangi sekali lagi,
kedua orang tua tidak boleh memerankan peran sebagai syahid atau yang
terdzalimi … perbuatan seperti ini tidak boleh terjadi dari kedua orang tua,
karena perbuatan tersebut menyebabkan anak tertekan oleh salah satu dari kedua
orang tuanya, orang tua yang dia anggap sebagai barang miliknya yang paling berharga,
kedua orang tua adalah sumber kehidupan anak dan kebaikannya”
Wahai
suami istri … usirlah rasa bosan dengan salat!
Aku kira, tidak ada
seseorang jika dia memulai harinya dengan salat, bermunajat dengan Allah Rabb
semesta alam, meminta perlindungan kepadaNya, memohon bantuan, kekuatan
dariNya, kemudian dia merasa bosan setelah itu.
Rasulullah r
bersabda:
مَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فَهُوَ فِيْ ذِمِّةِ اللَّهِ
“Baransiapa salat subuh
maka dia menjadi tanggungan Allah”,
Yaitu, Allah akan
menjaganya, hadits di atas adalah peringatan untuk setiap orang yang ingin
disakiti oleh setan dan manusia … ya, salat akan memberikan kepada manusia
ketenangan jiwa dan kekuatan batin yang dengannya seseorang bisa mengatasi
segala perkara yang memperkeruh hidupnya, perhatikanlah Rasulullah r
apabila bersedih beliau bersegera salat.
Wahai para suami, wahai
para istri, sudahkan kalian mengingat Allah dengan salat saat merasa bosan?
Salah satu dokter ternama
di barat, penulis buku Manusia itu bodoh berkata, “Salat adalah potensi
terbesar yang melahirkan vitalitas yang sudah diketahui hingga hari ini, aku
melihat banyak dokter yang menangani para penderita dengan resep-resep mereka,
namun resep-resep tersebut tidak mampu menyembuhkan penyakit, setelah dokter
angkat tangan karena tidak mampu, maka salat mengambil alih peran dan
menyembuhkan si penderita. Karena ketika kita salat, kita mengikatkan diri kita
dengan kekuatan agung, yang mengatur alam semesta, kita memohon kepada kekuatan
tersebut dengan merendahkan diri, agar kita diberi sepercik kekuatan tersebut
untuk menghadapi problematika kehidupan. Bahkan dengan merendahkan diri kepada
Allah, berdoa kepadaNya, sudah cukup untuk meningkatkan kekuatan kita dan
aktivitas kita, kamu tidak menemukan seorang pun yang merendahkan diri kepada
Allah kecuali perendahan dirinya di hadapan Allah akan memberikan kepadanya
akibat-akibat yang agung.”
Oleh karena itu, Islam mensyariatkan
salat lima waktu sehari semalam di waktu-waktu yang berbeda dan saling
berurutan sejak bangun tidur, dengan tujuan umat islam bisa mandi di
waktu-waktu tersebut membersihkan diri dari kotoran-kotoran kehidupan dan
kesedihannya. Islam juga telah mensyariatkan salat yang disebut salat hajah,
salat yang dilaksanakan seorang muslim, sebagaimana Rasulullah r
segera melaksanakan salat hajah ketika perkara dunia dari
perkara-perakara dunia menghimpitnya, mengharap di dalamnya bantuan dan
pertolongan dari Allah, salat hajah itu salat dua rakaat seperti salat
sunnah lainnya, seorang hamba bisa berdoa kepada Allah sekehendak hatinya.
Allah berfirman:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ
أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي
لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ (١٨٦)
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka
(jawablah), bahwasanya aku adalah dekat, Aku mengabulkan permohonan orang yang
berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran” (QS. Al Baqarah: 186)
Wahai para suami, apabila
kalian merasa bosan atau mendapatkan buruknya perangai istrimu, maka
tunaikanlah salat, berdoalah kepada Allah agar memperbaiki keadaannya,
perhatikanlah firman Allah (Maka kami perbaiki istrinya), ayat ini
menceritakan Zakariya u, karena
beliau termasuk orang-orang yang bersegera dalam melakukan kebaikan, selalu
berdoa kepada Allah dengan penuh pengharapan dan rasa takut, dan beliau
termasuk ahli ibadah.
Perhatikanlah, hadits
qudsi di bawah ini, ketika Allah mengajak bicara seluruh hambaNya, Allah
berkata:
“Wahai hambaKu, kamu
semua tersesat, kecuali orang yang Aku tunjuki, maka mintalah petunjuk dariKu,
niscaya aku tunjuki kamu. Wahai hambaKu, kamu semua lapar, kecuali yang aku
beri makan, maka mohonlah makanan dariKu, niscaya aku beri makan. Wahai
hambaKu, kamu semua telanjang kecuali yang aku beri pakaian, maka mohonlah
pakaian dariKu, niscaya aku beri pakaian ..”
Jika demikian keadaan
orang yang berdoa, bagaimana halnya dengan orang yang berdoa kepada Allah
dengan penuh keikhlasan? Orang yang tidak pernah meninggalkan doa dan terus
bermunajat kepada Allah?
Suatu kali, Rasulullah r
memasuki masjid dan mendapatkan Abu Umamah di dalam masjid di selain waktu
salat, lalu Rasulullah r bertanya
tentang sebab keberadaan dia di masjid, maka Abu Umamah menjawab, “Kesedihan dan
hutang menghimpitku wahai Rasulullah”, lalu Rasulullah r
berkata, “Maukah kamu aku beri tahu sebuah ucapan jika kamu ucapkan niscaya
Allah menghilangkan kesedihanmu dan melunasi hutangmu?”, Abu Umamah
menjawab, “Mau wahai Rasulullah”, lalu Rasulullah r berkata,
“Apabila kamu memasuki pagi atau sore, maka ucapkanlah:
اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعَوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ
وَالْحَزَنِ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ الجُبْنِ
وَالْبُخْلِ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ
“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kesempitan dan
kesedihan, aku berlindung kepadaMu dari lemah dan malas, aku berlindung
kepadaMu dari takut dan bakhil, aku berlindung kepadaMu dari himpitan hutang dan
aniaya orang lain”
Abu Umamah berkata,
“Akupun melaksanakan wasiat Rasulullah r,
hingga Allah menghilangkan kesedihanku dan melunasi hutangku”
Namun, yang penting dalam doa adalah menghadirkan keagungan Allah dan benar-benar mengharap kepada Allah yang menciptakan semua makhluk, yang mentakdirkan segala sebab, dan yakin dengan apa yang di sisi Allah, bukan hanya sekedar mengucapkan doa di atas dengan lisan saja.
(disarikan dan disusun ulang oleh Agus Abu Rufaid Agus Suseno dari Miftah Assa'adah Azzaujiyah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar